Mendesain Pembangkit Listrik Tenaga Surya (Standby Use)

 

Solar Panel / Photovoltaic Cell

Pembangkit listrik tenaga surya (PLTS) adalah sistem konversi energi dari cahaya matahari (energi foton) menjadi energi listrik, menggunakan teknologi panel surya/photovoltaic cell/solar panel. Port output panel surya akan menghasilkan tegangan listrik dc saat panel terkena cahaya matahari, dan akan mengalirkan arus listrik dc saat port output tersebut dihubungkan dengan suatu rangkaian listrik tertutup.

 

Sistem panel surya dapat didesain untuk penggunaan standby use maupun cycle use. Standby use artinya digunakan terus menerus sebagai sumber energi listrik utama yang menyuplai suatu beban, baik saat siang hari (ada penyinaran matahari) maupun saat malam hari (tidak ada penyinaran matahari). Sedangkan cycle use artinya sistem panel surya atau PLTS hanya digunakan pada malam hari saat tidak ada penyinaran matahari. Pada siang hari, sistem melakukan charging energi dan menyimpannya dalam baterai, kemudian saat malam hari, sistem melakukan discharge energi dari baterai untuk menyuplai beban.

 

Pada artikel sebelumnya, kami telah membahas topic “Mendesain Pembangkit Listrik TenagaSurya Cycle Use”, dan pada tulisan kali ini kami akan membahas mengenai cara praktis mendesain pembangkit listrik tenaga surya (PLTS) untuk penggunaan standby use. Berikut langkah-langkah dalam mendesain sistem solar panel kami jelaskan secara sistematis.

 

Langkah 1 : Menentukan Kapasitas Daya Output

 

Kapasitas daya output sebuah sistem panel surya pastinya ditentukan oleh kapasitas total beban (load capacity) yang ingin disuplai energi listrik. Dalam artikel ini, kami menentukan kapasitas daya output adalah 100 watt. Sebagai ilustrasi saja, kapasitas 100W berarti dapat menyuplai daya untuk 10 buah lampu berdaya 10W masing-masing.

 

Kemudian, kita juga perlu menentukan tegangan kerja output sistem panel surya. Biasanya tegangan kerja tersebut mengikuti standard nilai baterai, yaitu 12Vdc, 24Vdc, 36Vdc, dan 48Vdc, tentu juga tidak menutup kemungkinan nilai lainnya. Hal utama yang menjadi pertimbangan yaitu, semakin besar tegangan kerja, maka semakin kecil rating arus listrik yang mengalir untuk kapasitas daya output yang sama.

 

Dalam artikel ini, kami menentukan tegangan kerja output adalah 24Vdc. Sehingga, pada rating beban 100W, rating arus output sistem adalah sebagai berikut:

 

Ir          = Pout/Vn

Ir          = 100W/24Vdc

Ir          = 4.2A

 

Keterangan :

Pout     = Kapasitas daya output sistem (W)

Vn        = Tegangan nominal/kerja output sistem (V)

Ir          = Rating arus output sistem/arus maksimum (A)

 

Ringkasan Langkah 1 :

*Kapasitas daya output Pout = 100 W

*Tegangan kerja output Vn = 24 Vdc

*Rating arus output Ir = 4.2 A

 

Langkah 2 : Menentukan Kebutuhan Energi Discharge

 

Karena sistem yang digunakan adalah standby use, maka sistem didesain untuk menyuplai energi listrik selama 24 jam per hari. Kita sudah menentukan kapasitas beban adalah 100W, sehingga energi yang diperlukan untuk dikonsumsi oleh beban tersebut adalah sebesar:

 

Econ     = Pout x hw

Econ     = 100W x 24h

Econ     = 2400 Wh

 

Dimana:

Econ     = Energi konsumsi/yang dibutuhkan dalam sehari (Wh)

Pout     = Kapasitas beban/output sistem (W)

hw        = Jumlah jam kerja sistem (jam atau h)

 

Ringkasan Langkah 2 :

*Kebutuhan energi discharge per hari Econ = 2400 Wh

 

Langkah 3 : Menentukan Spesifikasi Panel Surya/Solar Panel

 

Dari langkah 2, kita sudah menentukan kebutuhan energi per hari adalah sebesar 2400 Wh. Maka, kita memerlukan panel surya atau solar panel dengan kapasitas mumpuni untuk menghasilkan energi sebesar 2400 Wh per hari, atau kita sebut 2400 Wh/d (Wh/hari).

 

Waktu penyinaran efektif matahari tiap daerah akan berbeda-beda. Mayoritas literatur di Indonesia menyebutkan rata-rata penyinaran efektif untuk sistem panel surya adalah 4 – 6 h/d (jam/hari). Dalam perhitungan desain ini, kami akan menggunakan waktu penyinaran efektif selama 5 h/d. Sehingga, untuk menghasilkan energi sebesar 2400 Wh/d, kapasitas daya panel surya yang dibutuhkan adalah sebesar:

 

Ppv      = Econ/Tch

Ppv      = (2400 Wh/d)/(5 h/d)

Ppv      = 480 Wp*

 

*Untuk pertimbangan safety factor, hasil perhitungan tersebut dapat kita uprate sebesar 25% (ini bersifat optional atau sesuai pertimbangan desainer). Sehingga kapasitas solar panel yang diperlukan adalah Ppv = 480 Wp x 125% = 600 Wp.

 

Dimana:

Ppv      = Kapasitas daya panel surya/solar panel (Wp)

Econ     = Energi konsumsi/yang dibutuhkan (Wh/d)

Tch       = Waktu charging/penyinaran efektif rata-rata (h)

 

Setelah kita tentukan spesifikasi panel surya adalah 600 Wp (Watt peak), maka kita hitung ulang energi yang dapat dihasilkan oleh sistem panel surya tersebut adalah sebesar:

 

Epv      = Ppv x Tch

Epv      = 600 W x 5 h

Epv      = 3000 Wh

 

Dimana:

Epv      = Energi rata-rata yang dihasilkan solar panel dalam sehari (Wh)

Ppv      = Kapasitas daya solar panel (Wp)

Tch       = Waktu charging/penyinaran efektif rata-rata (h)

 

Selain kapasitas daya output, spesifikasi penting yang perlu ditentuka dalam pemilihan panel surya adalah tegangan kerja outputnya. Tegangan kerja solar panel harus lebih tinggi dari tegangan output sistem, agar terjadi proses charging baterai akibat perbedaan tegangan dari output solar panel menuju baterai. Tegangan kerja solar panel yang umum digunakan adalah sekitar 18Vdc (untuk charging baterai 12V), 36Vdc (untuk charging baterai 24Vdc), dan seterusnya.

 

Pada langkah 1 kita sudah menetukan tegangan output sistem adalah 24Vdc, dimana berarti tegangan baterai yang digunakan dalam sistem haruslah 24Vdc. Maka diperlukan panel surya dengan spesifikasi tegangan kerja 36Vdc.

 

Dengan kapasitas daya Ppv = 600 Wp, dan tegangan kerja Vpv = 36 Vdc, maka rating arus listrik (arus maksimum) yang akan mengalir dari panel surya (Ipv) adalah sebesar:

 

Ipv        = Ppv/Vpv

Ipv        = 600 Wp/36 Vdc

Ipv        = 16.6 Adc

 

Ringkasan Langkah 3 :

*Kapasitas daya solar panel Ppv = 600 Wp

*Tegangan kerja solar panel Vpv = 36 Vdc

*Rating arus output solar panel Ipv = 16.6 A

*Kapasitas energi yang dihasilkan solar panel per hari Epv = 3000 Wh (untuk memenuhi konsumsi Econ = 2400 Wh per hari dengan safety factor 25%)

 

Langkah 4 : Menentukan Spesifikasi Battery

 

Tulisan kami yang membahas tentang jenis-jenis baterai secara detail dapat kalian baca pada artikel berjudul “Komparasi Baterai Timbal, Nikel dan Lithium”. Sehingga pada tulisan kali ini, kami akan membahas detail mengenai spesifikasinya saja. Adapun jenis baterai yang kami bahas dalam desain ini adalah jenis lead-acid battery (baterai asam-

timbal), atau yang lebih umum dikenal sebagai aki.

 

Pada langkah 3, kita sudah menghitung kemampuan solar panel menghasilkan energi listrik sebesar 3000 Wh per hari. Tapi ingat, pada penggunaan standby use, baterai discharge tanpa charging hanya terjadi diluar waktu penyinaran efektif 5 jam, sehingga baterai butuh bekerja dalam cycle discharge selama 19 jam per hari. Energi yang dibutuhkan beban dalam 19 jam adalah sebesar 100W x 19h = 1900 Wh, ditambah safety factor 25% menjadi 2375 Wh, kita bulatkan menjadi 2400 Wh. Jadi, kapasitas baterai yang diperlukan dalam sistem adalah harus mampu menyimpan energy sebanyak 2400 Wh selama tidak ada penyinaran.

 

Parameter lain adalah berkenaan tegangan kerja, yaitu 24 Vdc. Kita dapat menggunakan 1 buah baterai dengan tegangan nominal 24 Vdc atau dapat juga dengan menggunakan 2 buah baterai dengan tegangan nominal 12 Vdc dan dipasang seri, sehingga menghasilkan tegangan 24 Vdc. Dalam penjelasan disini, kami menggunakan 1 buah baterai dengan tegangan nominal 24 Vdc.

 

Pertimbangan lain yang penting dalam pemilihan baterai adalah Deep Of Discharge (selanjutnya kami sebut DoD), yaitu jumlah kapasitas baterai yang dapat di discharge/dikeluarkan dari penyimpanan. Umumnya lead-acid battery memiliki DoD sebesar 60% saja, namun ada jenis lead-acid battery yang didesain dengan spesifikasi deep cycle, biasanya memiliki DoD sebesar 80%.

 

Sebagai gambaran, sebuah baterai 100 Ah dengan DoD 80% berarti ia hanya dapat menyuplai beban dengan energi sebanyak 80 Ah. Bila baterai sering ter discharge melebihi DoD nya, maka akan mengurangi lifetime nya secara signifikan. Jadi, karena kita sedang mendesain sistem solar panel cycle use, maka gunakanlah baterai dengan spec deep cycle.

 

Kemudian, lead-acid battery ada yang berjenis Vented Lead Acid-Battery (VLA) dan ada yang berjenis Valve Regulated Lead Acid Battery (VRLA) atau Sealed Lead Acid-Battery (SLA). Jenis VLA banyak orang mengenalnya dengan istilah aki basah, dimana jenis ini memerlukan maintenance rutin berupa penambahan air accu. Sedangkan jenis VRLA atau SLA banyak orang mengenalnya dengan istilah aki kering dan sangat low maintenance. Untuk pemilihan ini, kami menggunakan jenis VRLA.

 

Sekarang, kita hitung kebutuhan kapasitas baterai yang dibutuhkan untuk menyimpan energi sebesar 2400 Wh per hari.

 

Cb        = Estore / (Vb x DoD)

Cb        = 2400 Wh / (24 Vdc  x 80%)

Cb        = 125 Ah

 

Dimana:

Cb        = Kapasitas baterai (Ah)

Estore    = Kapasitas energi yang ingin disimpan (Wh)

Vb          = Tegangan nominal baterai (Vdc)

DoD    = Deep of Discharge baterai (80% untuk tipe deep cycle)

 

Spesifikasi baterai terakhir yang perlu dipertimbangkan adalah HR (hours-rate). HR menyatakan rating kerja baterai dalam arus output maksimal dan lama waktu discharge tercepat yang diizinkan. Contoh, baterai 100 Ah/20 HR berarti rating discharge baterai tersebut adalah mengalirkan arus maksimal 5A selama 20 jam untuk menyuplai beban. Bila beban menarik arus lebih rendah dari 5A, maka baterai akan lebih lama dari 20 jam dalam menyuplai beban tersebut. Akan tetapi, bila baterai diberi beban lebih besar, sehingga arus lebih besar dari 5A, maka durasi discharge baterai akan kurang dari 20 jam. Masalahnya, penggunaan melebihi rating tersebut dapat mengurangi lifetime baterai secara signifikan, sehingga penentuan spec HR harus dipertimbangkan dengan baik.

 

Kita sudah menentukan kapasitas baterai adalah 125Ah. Lalu dari langkah 1, kita tahu rating arus output Ir = 4.2A. Pada langkah 2, kita telah membahas akan menggunakan sistem untuk menyuplai beban selama 19 jam. Maka, spec HR minimum untuk baterai ini adalah 19 HR, dimana baterai 125 Ah akan habis pakai dalam 19 jam bila arus yang mengalir adalah 125Ah/19h = 6.5A.

 

Karena rating arus output adalah 4.2A, maka kita bisa hitung, baterai 125A/19HR dapat mengalirkan arus 4.2A selama 125Ah/4.2A = 29 Jam. Dari hasil perhitungan ini, kita dapat menyimpukan untuk menggunakan spesifikasi baterai yaitu VRLA 125Ah/19HR/24Vdc/deep cycle.

 

Namun, keputusan desain untuk baterai kami sarankan menambahkan safety factor sebesar 25%, dan umumnya dimarket tersedia 20HR (tidak ada 19HR) sehingga spesifikasi baterai yang kita pilih dapat kita perbaharui sebagai berikut : VRLA 150Ah/20HR/24Vdc/Deep Cycle. Kita bisa tinjau ulang, dalam keadaan rating arus output 4.2A, baterai dapat menyuplai beban selama 150Ah/4.2A = 35 Jam. Dan tentu hasil ini bagus untuk lifetime baterai tersebut (mengurangi resiko pengurangan lifetime akibat kapasitas Ah/HR terlalu kecil).

 

Ringkasan Langkah 4:

*Spesifikasi Baterai =VRLA 150Ah/20HR/24Vdc/Deep Cycle

 

Langkah 5 : Menentukan Spesifikasi Solar Charge Controller

 

Solar charge controller merupakan unit pengontrol dalam sistem PLTS/panel surya. Controller ini berfungsi untuk mengontrol sistem charging baterai oleh solar panel, bila kondisi baterai kosong/belum penuh, maka controller akan menghubungkan tegangan dari solar panel untuk charging baterai. Bila baterai sudah penuh, controller akan memutus rangkaian solar panel, sehingga port output solar panel akan terbuka, dan tidak mengalirkan arus (tidak terjadi charging pada baterai).

 

Dalam memilih spesifikasi solar charge controller, kita perlu mempertimbangkan 4 parameter, yaitu tegangan kerja (Vdc), kapasitas daya (W), rating arus (A), dan tegangan input (dari solar panel) maksimum (Vdc).

 

Untuk tegangan kerja, umumnya adalah 12Vdc atau 24Vdc (tergantung baterai yang digunakan). dalam tulisan ini, kita menggunakan tegangan kerja 24Vdc. Namun, banyak pula dipasaran unit charge controller ini bersifat adaptif antar 12/24Vdc (otomatis menyesuaikan tanpa harus di set).

 

Untuk rating arus, kita harus mengacu pada nilai arus rating dari solar panel. Rating arus solar panel dalam tulisan ini adalah 16.6A, sehingga minimal rating arus charge controller adalah 125% x 16.6A = 20A (safety factor 25%).

 

Untuk kapasitas daya, praktis mengikuti rating arus. Dengan rating arus 20A, dan tegangan kerja 24Vdc, maka kapasitas daya solar charge controller adalah 24Vdc x 20A = 480W (minimum dalam desain ini). Terakhir, tegangan input maksimal, harus mempertimbangkan nilai tegangan open circuit dari solar panel yang kita gunakan, yang dapat kita ketahui dari nameplat solar panel. Contoh, solar panel dengan tegangan kerja 36Vdc biasanya akan memiliki tegangan open circuit sebesar 44Vdc, sehingga spesifikasi tegangan input maksimal dari charge controller yang dibutuhkan setidaknya adalah 125% x 40 Vdc = 50 Vdc.

 

Ringkasan Langkah 5:

*Spesifikasi Solar Charge Controller : Tegangan kerja 24Vdc, Rating arus 20A, Kapasitas daya 480W, Maksimum tegangan input 50Vdc.

 

Langkah 6 : Menentukan Sistem Converter Daya

 

Dengan langkah 1 hingga langkah 5, kita telah selesai mendesain pembangkit listrik tenaga surya atau sistem panel surya dengan spesifikasi output 100W/standby use 24 Jam per hari/24Vdc/4.2A. Langkah 6 ini adalah wawasan tambahan, bila kebutuhan tegangan beban adalah bukan 24Vdc. Misalnya di Indonesia umumnya perlatan listrik menggunakan suplai tegangan 220Vac.

 

Maka untuk mencapai tegangan yang sesuai dengan kebutuhan beban, kita dapat menggunakan converter daya 24Vdc/220Vac. converter ini dapat terdiri dari 2 komponen (atau sudah compact sebagai 1 unit kesatuan), yaitu inverter yang dapat mengubah tegangan 24Vdc menjadi 24Vac, kemudian menggunakan step up transformer (trafo) yang dapat menaikkan level tegangan dari 24Vac menjadi 220Vac. baik inverter maupun trafo yang digunakan, spesifikasi tegangan input dan outputnya harus sesuai kebutuhan, dan kapasitas dayanya haruslah minimal 125% dari kapasitas daya outpout sistem, pada desain ini yaitu 125% x 100W = 125W.

 

Demikian pembahasan dari kami mengenai cara praktis mendesain sistem panel surya/pembangkit listrik tenaga surya untuk penggunaan standby use. Untuk diskusi lebih detail, silahkan tinggalkan komentar kalian.

 

Penulis : ER


0 Response to "Mendesain Pembangkit Listrik Tenaga Surya (Standby Use)"

Post a Comment

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel