Memahami Berbagai Jenis Trafo
Trafo pada sistem distribusi listrik |
Trafo atau biasa juga disebut transformator, adalah sebuah mesin yang berfungsi sebagai pengubah nilai tegangan listrik ac (alternating current – arus bolak balik) melalui prinsip induksi medan magnet. Pada ranah internasional, trafo umumnya disebut dengan nama transformer.
Dalam sistem kelistrikan, trafo
memiliki beberapa jenis atau tipe, diantaranya adalah trafo daya, trafo
instrument, autotransformer, dan trafo elektronika. Untuk lebih memahami
berbagai jenis trafo tersebut, berikut kami bahas mengenai jenis-jenis trafo
dan fungsinya.
Trafo
Core Form & Shell Form
Berdasarkan konstruksinya, trafo
terbagi menjadi dua jenis, yaitu trafo core form dan trafo shell form. Trafo core form memiliki bentuk inti
besi (laminasi baja atau bahan ferromagnetic lain) satu looping,
bisa berbentuk kotak, lingkaran, ataupun elips. Lalu belitan primer dan sekunder
berada di kedua sisi inti trafo. Trafo jenis ini jarang digunakan pada
kapasitas daya besar, oleh karenanya, lebih sering ditemukan pada peralatan
elektronika dan telekomunikasi, dan sepertinya tidak pernah digunakan sebagai
trafo daya (power transformer).
Berbeda dengan core form, trafo
shell form memiliki tiga bentuk kaki pada inti besinya. Umumnya inti
trafo tersusun dari laminasi-laminasi baja atau bahan ferromagnetic
lainnya dengan bentuk huruf “E” dan bentuk huruf “I”. Kedua bentuk laminasi
tersebut disusun membentuk kotak dengan garis tengah (tiga kaki adalah rusuk
kotak sisi kirai, rusuk tengah dan rusuk sisi kanan). Trafo jenis paling banyak
digunakan sebagai trafo daya.
Susunan kedua belitan pada trafo shell
form, baik sekunder maupun primer berada di kaki tengah, dan
umumnya di tumpuk antara keduanya. Belitan dengan level tegangan lebih rendah
akan disusun dibagian dalam, terbungkus belitan dengan level tegangan lebih
tinggi.
Alasan penumpukan susunan tersebut
adalah karena dapat meminimalisasi flux leakage (bocor medan magnet)
dibandingkan dengan pemisahan belitan pada dua sisi. Kemudian alasan mengapa
belitan dengan level tegangan lebih tinggi berada di sisi lebih luar (membalut
belitan dengan tegangan lebih rendah), adalah untuk menjauhkannya dari inti
trafo, sehingga dapat menyederhanakan insulasi belitannya dan akan menurunkan
biaya pembuatannya. Semakin dekat dengan inti trafo, akan semakin panas,
apalagi dengan level tegangan lebih tinggi, maka medan listrik yang dihasilkan
pun lebih tinggi pula.
Trafo
Step-up & Step Down
Berdasarkan perubahan level
tegangannya, trafo dibagi menjadi dua jenis, yaitu trafo step-up dan
trafo step-down. Sesuai penamaannya, trafo step-up berfungsi
untuk meningkatkan level tegangan listrik (voltage), sehingga tegangan
di sisi sekunder (keluaran) akan lebih besar dibandingkan tegangan di sisi
primer (masukan). Oleh karena tegangan trafo berbanding lurus dengan jumlah
belitan, maka pada trafo step-up jumlah lilitan pada sisi keluaran lebih banyak
dibanding jumlah lilitan pada sisi masukan.
Berkebalikan dengan trafo step-up,
trafo step-down berfungsi menurunkan level tegangan, sehingga tegangan sekunder
lebih kecil dibandingkan tegangan primer, dan jumlah lilitan sekunder
lebih sedikit dari jumlah lilitan primer-nya. Kedua jenis trafo ini,
dapat memiliki jenis konstruksi core form maupun shell form,
tergantung pada kapasitas daya dan kebutuhan penggunaannya.
Trafo
Daya
Pada dasarnya, trafo daya adalah trafo
yang fungsi utamanya untuk merubah nilai tegangan (step-up atau step-down),
dan mengutamakan efisiensi transfer daya. Jadi, Ketika kita berbicara trafo
daya atau power transformer, tidak mesti tentang sebuah trafo
berkapasitas daya besar. Dalam artikel ini, kami hanya akan membahas tiga jenis
trafo daya, yaitu unit transformer, substation transformer, dan distribution
transformer.
Unit transformer adalah istilah yang digunakan untuk
trafo yang terhubung dengan generator pada sistem pembangkit listrik, dengan
tujuan menaikkan level tegangan (merupakan trafo step-up) dari output
generator (umumnya di Indonesia, pada pembangkit listrik konvensional, memiliki
tegangan 16,5 kV), menjadi level tegangan sistem transmisi (500 kV pada SUTET-saluran
udara tegangan ekstra tinggi, atau 150 kV pada SUTT-saluran udara tegangan
tinggi). Trafo jenis ini merupakan komponen utama pada GITET (gardu induk
tegangan ekstra tinggi).
Substation transformer merupakan komponen utama gardu induk
tegangan menengah. Trafo ini berada di ujung sistem transmisi (ujung lain dari unit
transformer) dan berfungsi untuk menurunkan level tegangan (trafo step-down)
dari level SUTET atau SUTT menjadi level tegangan menengah (SUTM-saluran udara
tegangan menengah), yaitu berkisar antara 2,3 – 34,5 kV. di Indonesia, umumnya
tegangan menengah mengacu pada nilai 20 kV. Untuk selanjutnya tegangan 20 kV
ini akan masuk ke sistem distribusi listrik tegangan menengah.
Setelah melalui jalur distribusi
tegangan menengah, SUTM akan berubah menjadi SUTR (saluran udara tegangan
rendah), melalui trafo daya jenis ketiga, yaitu distribution transformer.
Trafo jenis ini merupakan trafo step-down, menurunkan tegangan dari 20
kV menjadi tegangan rendah yang sesuai dengan kebutuhan pengguna listrik, yaitu
220/380V. Trafo distribusi ini merupakan trafo yang banyak kita temui terpasang
di tiang listrik beton, di pinggir jalan, di dalam perumahan, dan banyak
ditemui karena keluaran trafo ini langsung didistribusikan ke pengguna listrik
rumah tangga atau pelanggan tegangan rendah lainnya.
Autotransformer
Trafo konvensional selalu memiliki dua
jenis lilitan, yaitu lilitan primer dan sekunder, dimana kedua
lilitan tersebut tidak terhubung secara elektrikal, melainkan hanya terhubung
secara magnetikal. Autotransformer muncul untuk penghematan biaya pembuatan
trafo pada kondisi kebutuhan perubahan tegangannya sangat kecil, misalnya untuk
merubah tegangan dari 110V menjadi 120V, atau dari 13,2 kV menjadi 13,8 kV.
Pada autotransformer, belitan primer
biasa disebut dengan istilah belitan common, dan belitan sekunder
biasa disebut belitan seri. Kedua belitan tersebut terhubung secara elektrikal,
menjadi satu sistem belitan, namun dipisahkan oleh sebuah node yang
membagi belitan menjadi dua bagian. Dengan cara ini, pada perubahan tegangan
yang kecil, biaya belitan lebih sedikit dibandingkan trafo konvensional, karena
menggunakan material dengan kuantitas lebih sedikit pula.
Trafo
TCUL
Pada trafo daya konvensional, umumnya
terdapat pengaturan perubahan tap trafo. Tap trafo ini berfungsi untuk merubah
rasio perbandingan jumlah belitan primer dan sekunder. Tujuannya, untuk
mengatasi kondisi saat tegangan input berubah lebih tinggi atau lebih
besar, maka tap dapat dirubah untuk mendapatkan hasil tegangan output
yang sama dengan pada saat tagangan input normal.
Umumnya, trafo memiliki 4 level tap,
yaitu +2,5% dan +5% dari nominal rating voltage, serta -2,5% dan -5%
dari nominal rating voltage. Misalnya, pada sebuah trafo step-down
20kV/380V, pada nominal rating, dengan input 20kV, akan menghasilkan
output 380V. Bagaimana bila tegangan input dari sisi suplai tiba-tiba naik
sebesar 2,5%, yaitu menjadi sebesar 20,5 kV? tentu tegangan output trafo akan
naik secara linear menjadi 389,5 V. bila diinginkan tegangan output tetap pada
nilai 380V, pada contoh kasus tersebut, trafo dapat dirubah tap nya secara
manual ke titik +2,5%, yang berarti bahwa tegangan input naik sebesar 2,5%, sehingga
rasio belitan trafo akan berubah sehingga tegangan output akan tetap pada nilai
380 V. Perubahan tap secara manual tersebut haruslah dilakukan dalam kondisi
trafo shut off.
Pada kondisi trafo harus selalu on,
sedangkan beban tidak terkontrol, semisal pada sistem transmisi atau distribusi
listrik, maka perubahan tap perlu terjadi secara otomatis, baik untuk menaikkan
maupun menurunkan rasio belitan. Untuk tujuan itulah adanya trafo TCUL (tap
changing under load). Trafo ini akan otomatis menaikkan level tap saat tegangan
input naik, dan akan menurunkan level tap saat tegangan input turun, misalnya
karena dipengaruhi perubahan beban listrik, dan proses ini terjadi tanpa shut
down trafo itu sendiri, sehingga suplai listrik selalu terjaga dengan tegangan
yang lebih setabil.
Trafo
Instrumentasi
Trafo instrumentasi digunakan untuk
kebutuhan sistem pengukuran. Ada dua jenis trafo instrumentasi yang akan kami
bahas, yaitu potensial transformer (PT) dan current transformer
(CT). PT didesain khusus untuk sampling tegangan tinggi pada sisi primer, dan
menurunkannya menjadi tegangan rendah secara proporsional pada sisi sekunder. Tujuannya
agar alat ukur tegangan tinggi dan monitoringnya dapat menggunakan alat ukur dengan
kapasitas lebih kecil. Sekilas PT mirip dengan trafo step-down, akan
tetapi sebenarnya PT didesain hanya untuk menghandel arus listrik yang sangat
kecil dan didesain untuk menghasilkan tegangan rendah yang proporsional dengan
tegangan tingginya, secara akurat.
CT memiliki konstruksi yang sangat
berbeda dengan jenis trafo lainnya, dimana CT hanya memiliki satu jenis belitan
output, pada cincin berbahan ferromagnetic sebagai inti trafo. Cincin inti
dapat dibuka dan tutup, digunakan untuk looping pada kabel atau
konduktor yang ingin diukur arusnya. Dari induksi arus tersebut, belitan output
menghasilan arus output yang jauh lebih kecil dari arus yang diukur, sehingga CT
merupakan trafo yang digunakan untuk sampling atau mengukur nilai arus listrik.
CT banyak digunakan pada panel panel pembagi daya listrik, dan outputnya terhubung
dengan display arus pada panel tersebut.
Demikian informasi yang dapat kami
sampaikan tentang jenis-jenis trafo. Tentu mungkin masih ada jenis trafo lain
yang belum disebutkan dalam artikel ini. Sobat bisa tulis dikolom komentar bila
mengetahui trafo jenis lain yang belum kami bahas, atau bisa juga menyampaikan
pendapat seputar pembahasan kami.
Penulis : ER
0 Response to "Memahami Berbagai Jenis Trafo"
Post a Comment